Sejarah
Berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
merupakan bagian dari AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah) yang merupakan
organisasi otonom di bawah Muhammadiyah.
Sesungguhnya
ada dua faktor integral yang melandasi kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
yaitu faktor intem dan fakor ekstem. Faktor intem dimaksudkan yaitu faktor yang
terdapat didalam diri Muhammadiyah itu sendiri, sedangkan fakor ekstern adalah
faktor yang berawal dari luar Muhammadiyah, khususnya umat Islam di Indonesia
dan pada umumnya apa yang terjadi di Indonesia.
Faktor
intern, sebenarnya lebih dominan dalam bentuk motivasi idealismse, yaitu motif
untuk mengembangkan ideologi Muhammadiyah, yaitu faham dan cita cita
Muhammadiyah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Muhammadiyah pada hakekatnya
adalah sebuah wadah organisasi yang punya cita-cita atau tujuan yakni
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat
utama, adil dan makmur yang diridloi oleh Allah SWT. Hal ini termaktub dalam AD
Muhammadiyah Bab II pasal 3. dan dalam merefleksikan cita-citanya ini,
Muhammadiyah mau tidak mau harus bersinggungan dengan masyarakat bawah (jelata)
atau masyarakat heterogen. Ada masyarakat petani, pedagang, peternakan dan
masyarakat padat karya dan ada masyarakat administratif dan lain sebagainya
yang juga termasuk didalamnya masyarakat kampus atau intelektual yaitu
Masyarakat Mahasiswa.
Persinggungan
Muhammadiyah dalam maksud dan tuiuannya, terutama terhadap masyarakat
mahasiswa, secara teknisnya bukan secara langsung terjun mendakwahi dan
mempengaruhi mahasiswa yang berarti orang-orang Mahasiswa, khususnya para
mubalighnya yang langsung terjun ke mahasiswa. Tapi dalam hal ini Muhammadiyah
memakai teknis yang jitu yaitu dengan menyediakan yang memungkinkan menarik
animo atau simpati mahasiswa untuk memakai fasilitas yang telah disiapkan.
Pada mulanya
para mahasiswa yang bergabung atau yang mengikuti jejak-jejak Muhammadiyah oleh
Muhammadiyah dianggapnya cukup bergabung dalam organisasi otonom yang ada dalam
Muhammadiyah, seperti Pemuda Muhammadiyah (PM) Yang diperuntukkan pada
mahasiswa dan Nasyi'atul Aisyiyah (NA) untuk mahasisiwi yang lahir pada 27
Dzulhijjah 1349 H dan Pemuda pada tanggal 25 Dzulhiijjah 1350 H.
Anggapan
Muhammadiyah tersebut lahir pada saat-saat Muhammadiyah bermuktamar ke-25 di
Jakarta pada tahun 1936 Yang pada saat itu dihembuskan pula cita-cita besar
Muhammadiyah untuk mendirikan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan pada saat
itu pula Pimpinan Pusat (PP) Yang dipegang oleh KH. Hisyam (periode 1933-1937).
Dan pada dikatakan bahwa anggapan dan pemikiran mengenai perlunya menghimpun
mahasiswa yang sehaluan dengan Muhammadiyah yaitu sejak konggres ke-25
tersebut.
Namun
demikian keinginan untuk menghimpun dan membina mahasiswa Muhammadiyah pada
saat itu masih vakum, karena pada waktu itu Muhammadiyah masih belum memiliki
Perguruan Tinggi seperti yang diinginkannya sehingga para mahasiswa yang berada
di Perguruan Tinggi lain baik negeri ataupun swasta yang sudah ada pada waktu
itu secara ideologi tetap berittiba' pada Muhammadiyah dalam kondisi tetap
mereka harus mau bergabung dengan PM, NA ataupun Hizbul Wathon (HW). Pada
perkembangan keberadaan mereka yang berada dalam ketiga organisasi otonom
tersebut merasa perlu adanya perkumpulan khusus mahasiswa yang secara khusus
anggotanya terdiri dari mahasiswa Islam. Alternatif yang mereka pilih yaitu
bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bahkan ada image waktu itu yang
menyatakan bahwa HMI adalah anak Muhammadiyah yang diberi tugas khusus untuk
membawa mahasiswa dalam misi dan visi yang dimiliki oleh Muhammadiyah, karena
waktu itu ditubuh HMI sendiri dipegang oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang
secara aktif mengelola HMI.
Pada waktu
itu Muhammadiyah secara kelembagaan turut mengelolai HMI baik dari segi moral
ataupun material, sampai belakangan ini menurut data-data yang ada di PP
Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah (terutama PTM dan RS Sosial) secara
materiil turut membiayai hampir setiap aktifitas HMI baik mulai dari tingkat
konggres sampai aktifitas sehari -hari. Disinilah sekali lagi bukan HMI yang
turut menelorkan tokoh-tokoh Muhammadiyah tapi sebaliknya bahwa Muhammadiyah
yang dulu ikut aktif membesarkan HMI. Mengapa hal itu dilakukan? Jawabannya
seperti dikemukakan diatas, yaitu bahwa HMI diharapkan akan tetap konsisten
dengan faham keagamaan yang diilhami oleh Muhammadiyah. Namun pada
perkermbangannya dahulu mengalami perubahan-perubahan khususnya dalam
independensi diinginkan oleh Muhammadiyah oleh Muhammadiyah lebih cenderung
liberal dalam segala dalam segala aliran yang ada dalam teologi Islam boleh
mewarnai tubuh HMI aliran-aliran Asy'ariyah (cenderung menghidupkan kembali
sunnah-sunnah rosul), aliran syi'ah (yang cenderung mengkultuskan syaidina Ali
bin Abi Tholib r.a), Mu'tazilah, nasionalisme, sekularisme, pluralisme lainnya.
Sementara dalam Muhammadiyah tidaklah independensi Muhammadiyah ditekankan pada
berpendapat namun masih dalam konteks wacana Islam masih tetap berideologi
Al-quran dan As-sunnah dalam Muhammadiyah tidak mengenal madzab-madzab yang ada
seperti madzab Syafi`i, Hambali dan Maliki.
Melihat
fenomena diatas, HMI yang kian melesat kealam berideologi tersebut maka dengan
diplomasinya pihak PP Muhammadiyah mengeluarkan suatu policy atau kebijakan
yaitu menyelamatkan kader-kader Muhammadiyah yang masih berada dijenjang
pendidikan menengah atau Pendidikan Tinggi.
Pada tanggal
18 Nopember 1955 keinginan Muhammadiyah untuk mendirikan PTM ini, PP
Muhammadiyah melalui struktur kepemimpinannya membentuk departemen pelajar dan
mahasiswa yang menampung aspirasi aktif dari para pelajar dan mahasiswa.
Maka pada
saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah pertama di Palembang tahun 1956 di dalam
keputusannya menetapkan langkah ke depan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956-1959
dan dalam langkah ini ditetapkan pula usaha untuk menghimpun pelajar dan
mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga
Muhammadiyah yang mampu mengemban amanah.
Untuk lebih
merealisasikan usaha PP Pemuda Muhammadiyah tersebut maka lewat KOPMA
(Konferensi Pimpinan Daerah Muhammadiyah) se-Indonesia pada tanggal 5 Shafar
1381/18 Juli 1962 di Surakarta, memutuskan untuk mendirikan IPM (Ikatan Pelajar
Muhammadiyah). PP Pemuda Muhammadiyah pada saat KONPIDA ini masih belum
berhasil melahirkan organisasi khusus Mahasiswa Muhammadiyah. Pada saat itu
nasib boleh duduk dalam kepengurusan IPM.
Sehubungan
dengan semakin berkembangnya PTM yang dirintis oleh Fakultas Hukum Dan Filsafat
di Padang Panjang yang berdiri pada tanggal 18 Nofember 1955 namun karena
peristiwa pemberontakan PRRI kedua fakultas tersebut vakum, kemudian berdiri di
Jakarta PT Pendidikan guru yang kemudian berganti nama menjadi IKIP. Pada tahun
1958 dirintis fakultas serupa di Surakarta, di Yogyakarta berdiri akademi
Tabligh Muhammadiyah dan di Jakarta berdiri pula FIS (Fakultas Ilmu Sosial)
yang sekarang UMJ. Karena semakin berkembangnya PTM-PTM yang sudah ada maka
pada tahun 1960-an ide-ide untuk menangani khusus mahasiswa Muhammadiyah
semakin kuat.
PP Pemuda
Muhammadiyah yang oleh PP Muhammadiyah dan Muktamar ke-I di Palembang (1956)
dibebani tugas untuk menampung aspirasi aktif para Mahasiswa Muhammadiyah,
segera membentuk Study Group yang khusus Mahasiswa yang berasal dari Malang,
Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Padang, Ujung Pandang dan Jakarta. Menjelang
Muktamar Muhammadiyah setengah abad di Jakarta tahun 1962 mengadakan kongres
Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta dan dari kongres ini semakin santer upaya
para tokoh Pemuda untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan untuk berdiri sendiri.
Pada 15 Desember 1963 mulai diadakan pejajagan dengan didirikannya Dakwah
mahasiswa yang dikoordinir oleh : Ir. Margono, Dr. Sudibjo Markoes dan Drs.
Rosyad Saleh. Ide pembentukan ini berasal dari Drs. Moh. Djazman yang waktu itu
sebagai Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah. Dan sementara itu desakan agar
segera membentuk organisasi khusus mahasiswa dari berbagai kota seperti Jakarta
dengan Nurwijo Sarjono MZ. Suherman, M. yasin, Sutrisno Muhdam, PP Pemuda
Muhammadiyah dll-nya.
Akhirnya
dengan restu PP Muhammadiyah waktu itu diketuai oleh H.A. Badawi, dengan penuh
bijaksana dan kearifan mendirikan organisasi yang khusus untuk Mahasiswa
Muhammadiyah yang diketuai oleh Drs. Moh. Djazman sebagai koordinator dengan
anggota M. Husni Thamrin, A. Rosyad Saleh, Soedibjo Markoes, Moh. Arief dll.
Jadi Pendiri
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan pencetus nama IMM adalah Drs. Moh. Djazman
Al-kindi yang juga merupakan koordinator dan sekaligus ketua pertama. Muktamar
IMM yang pertama pada 1-5 Mei 1965 di kota Barat, Solo dengan menghasilkan
deklarasi yang dibawah ini
IMM adalah
gerakan Mahasiswa Islam
Kepribadian
Muhammadiyah adalah Landasan perjuangan IMM
Fungsi IMM
adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah (sebagai stabilisator dan
dinamisator).
Ilmu adalah
amaliah dan amal adalah Ilmiah IMM.
IMM adalah
organisasi yang syah-mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan
falsafah negara yang berlaku.
Amal IMM
dilakukan dan dibaktikan untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa.
Selanjutnya
yang juga termasuk faktor intem dalam melahirkan IMM adanya motivasi etis
dikalangan keluarga Muhammadiyah. Dalam upaya mewujudkan maksud dan tujuan
Muhammadiyah baik yang berada di struktural ataupun diluar dan simpatisan, baik
yang berekonomi atas, menengah ataupun bawah harus dapat memahami dan
mengetahui Muhammadiyah secara general ataupun secara spesifik sehingga tidak
muncul kader-kader Muhammadiyah yang radikal (berwawasan sempit). Penegasan
motivasi etis ini sebenarnya merupakan interpretasi (pemahaman) dari firman Allah
SWT. dalam QS. Al-Imran:104 dan diharapkan kader-kader Muhammadiyah yang
khusunya IMM dapat merealisaasikan motivasi etis diantaranya dengan melakukan
dakwah amar ma`ruf nahi munkar, Fastabiqul Khoirot (berlomba-lomba dalam
kebajikan & demi kebaikan).
Faktor
Ekstern, yaitu sebagaimana yang tersebut diatas baik yang terjadi ditubuh umat
Islam sendiri ataupun yang terjadi dalam sejarah pergolakan bangsa Indonesia,
yang terjadi dimasyarakat Indonesia pada zaman dahulu hingga sekarang adalah
sama saja, yaitu kebanyakan mereka masih mengutamakan budaya nenek moyang yang
mencerminkan aktifitas sekritistik dan bahkan anemistik yang bertolak belakang
dengan ajaran Islam murni khususnya dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan
zaman. Hal semacam ini memunculkan signitifitasi (bias) yang begitu besar,
utamanya pada kalangan mahasiswa Yang memiliki kebebasan akademik dan
Seharusnya memiliki pola pikir yang jauh, namun karena dampak budaya masyarakat
yang demikian membumi, mereka akan menjadi jumud dan mengalami kemunduran.
Pergolakan
OKP (Organisasi Kemasyarakatan Pemuda) atau Organisasi Mahasiswa periode 50
sampai 65-'an terlihat menemui jalan buntu untuk mempertahankan indpendensi
mereka dan partisipasi aktif dalam pasca Proklamasi (era kemerdekaan) RI. hal
ini terlihat sejak pasca Konggres Mahasiswa Indonesia pada 8 Juli 1947 di
Malang Jawa Timur, yang terdiri dari HMI, PMKRI, PMU, PMY, PMJ, PMKH, MMM, SMI,
yang kemudian berfusi (bergabung) menjadi PPMI (Perserikatan
Perhimpunan-perhimpunan Mahasiswa Indonesia). PPMI pada mulanya tampak kompak
dalam menggalang persatuan dan kesatuan diantara mahasiswa, namun sejak PPMI
menerima anggota baru pada tahun 1958 yaitu CGMI yang berkiblat dan merupakan
anak komunis akhirnya PPMI mengalami keretakan yang membawa kehancuran. PPMI
secara resmi membubarkan diri pada Oktober 1965.
Sebenamya
PPMI sebelum membubarkan diri, sekitar tahun 1964-1965 masing-masing organisasi
yang berfusi dalam PPMI itu saling berkompetisi dan sok revolosioner untuk
merebut pengaruh para penguasa waktu itu, termasuk juga Bung Karno Yang tak
luput dari incaran mereka. Hal ini diakibatkan karena masuknya CGMI kedalam
PPMI yang seakan mendapatkan legitimasi dari pihak penguasa waktu itu sehingga
CGMI (PKI) terlihat besar. HMI pun saat itu juga merevolosionerkan diri menjadi
sasaran CGMI (PKI), sehingga HMI hampir rapuh akibat ulahnya sendiri, karena
pada saat itu PKI merupakan partai terbesar dan pendukungnya selalu meneriakkan
supaya HMI dibubarkan. HMI melihat kondisinya yang rawan tidak tinggal diam, dengan
segala upaya untuk mengembangkan sayap dan memperkokohnya, HMI kembali berusaha
mendapatkan legitimasi kesana-kemari untuk menangkal serangan dari PKI yang
berusaha membubarkannya.
Pada saat
HMI semakin terdesak itulah IMM lahir, yaitu pada tanggal 14 Maret 1964. Inilah
sebabnya, ada stereotype atau persepsi yang muncul ke permukaan bahwa IMM lahir
sebagai penampung anggota-anggota HMI manakala HMI dibubarkan oleh PKI maka IMM
tidak perlu lahir. Namun persepsi yang terputar itu tidak rasional dan kurang
cerdas dalam menginterprestasi fakta dan data sejarah.
Interprestasi
Yang benar dan rasional sesuai dengan data dan fakta sejarah adalah IMM salah
satu faktor historisnya adalah untuk membantu eksistensi HMI agar tidak mempan
atas usaha-usaha yang akan membubarkannya. Sekali lagi bahwa kelahiran IMM
untuk membantu dan turut Serta mempertahankan HMI dari usaha- usaha komunis
yaitu PKI Yang akan membubarkannya dan sesuai dengan sifat IMM itu sendiri yang
akan selalu bekerjasama dan saling membantu dengan saudaranya (saudaranya
seaqidah Islam) dalam upaya beramar ma'ruf nahi mungkar Yang merupakan prinsip
perjuangan IMM.
Itulah
sekilas kelahiran IMM yang sampai sekarangpun masih ada oknum-oknum yang
mempersoalkannya (walaupun sudah terbit buku Yang menangkal isu tersebut dengan
judul 'Kelahiran Yang Dipersoalkan oleh Farid Fatoni). Dan sekarang kita telah
tahu bahwa IMM lahir memang merupakan suatu kebutuhan Muhammadiyah dalam
mengembangkan sayap dakwahnya dan sekaligus merupakan suatu aset bangsa untuk
berpartisipasi aktif dalam kemerdekaan ini.
Karena IMM
merupakan suatu kebutuhan intern dan ekstern itu pulalah, maka tokoh-tokoh PP
Pemuda Muhammadiyah yang berawal dari HMI kembali ke IMM sebagai anak atau
ortom Muhammadiyah. Mereka yang dulu turut mengembangkan HMI disebabkan karena
IMM belum lahir dan keterlibatan mereka dalam tubuh HMI hanya sebatas
mengembangkan ldeologi Muhammadiayah. Dan sampai sekarangpun HMI masih dimasuki
oleh kalangan mahasiswa dari berbagai unsur ormas Islam, yang pada akhimya berbeda
dengan orientasi Muhammadiyah. Mungkin, untuk menangkal klaim seperti tersebut
PP Pemuda Muhammadiyah diatas, adalah bahwa Para aktifis akan berdirinya IMM
& NA Yang berusaha mengusahakan berdirinya IMM tidak terlibat dalam
aktifitas HMI secara langsung maupun tidak langsung. Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah benar-benar murni didirikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yang
pada waktu itu diketuai oleh Bapak H.A. Badawi.
SEJARAH PERKEMBANGAN IKATAN
MAHASISWA MUHAMMADIYAH
Setelah kita
melacak sejarah kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah (IMM) sekarang tibalah
kita membicarakan sejarah perkembangannya. Untuk maksud ini, dan agar lebih
sistematis dalam pengungkapannya, maka di bawah ini akan dibicarakan
perkembangan IMM dari Muktamar ke Muktamar Yakni Muktamar I, II, II, IV, V dst.
Muktamar IMM ke I
Muktamar
Ikatan mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ke-1, lebih dikenal dalam sejarah IMM yaitu
dengan Musyawarah nasional (Munas). Untuk yang pertama kalinya setelah IMM
resmi disetujui oleh PP Muhammadiyah dan bahkan oleh Persiden RI ke-1 Bung
karno, IMM mengadakan mengadakan Musyawarah Nasional I yaitu pada tanggal 1-5
Mei 1965 di Solo. Dalam Muktamar IMM ke-1 inilah yang telah menelorkan
deklarasi Kota Barat (Solo) 1965 dan komposisi Personalia Dewan Pimpinan Pusat Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang isi deklarasi dan susunan personalianya
termaktub di landasan gerakan.
Satu hal
yang patut dicatat, yaitu pada saat deklarasi atau pada saat berlangsungnya
Muktamar IMM ke-1 ini, situasi bangsa dan ormas mahasiswa sedang dalam keadaan
kurang tegap, sempoyongan, gara-gara asap kota Madiun yang terberontak PKI
sekitar tahun 1948 (setelah merdeka) sampai tahun 1965. pemberontajkan PKI ini
terjadi di mana-mana, yang kontan tercatat dalam sejarah bahwa Jawa Tengah
termasuk basis PKI. Tahun 1963-1965 merupakan era kejayaan PKI, dan pada
saat-saat itulah IMM bangkit yaitu di tengah-tengah era kejayaan PKI, dan pada
pertengahan tahun 1965, atau tepatnya 1-5 Mei 1965, IMM mengadakan Muktamar I,
sementara PKI pun disetiap tempat sedang mengatur strategi untuk merebut
kekuasaan RI yang berpuncak pada tanggal 30 September 1965 yang kini dikenal
dengan gerakan 30 September (G 30 S PKI) yang telah melakukan penculikan kepada
7 orang jendral. Secara historis, kehadiran Munas (Musyawarah Nasional ) IMM
ke-1 merupakan langkah politis yang tepat untuk menanamkan semangat juang
mempertahankan kemerdekaan RI sekaligus menambah kekuatan ormas-ormas Mahasiswa
termasuk HMI.
Secara
historis-politis pula, pada saat kelahiran IMM tahun 1964, kelahiran IMM antara
lain dalam tinjauan politis ini, yaitu bertujuan untuk memperkuat barisan MMI
(Majelis Mahasiswa Indonesia) yang lahir pada tahun 1962 dimana Drs. Lukman
Harun sebagai wakil sekjennya. Tetapi pada kongres MMI tahun 1964, yang semula
diniatkan tetap mampu menguatkan ormas mahasiswa ternyata gagal. PKI dalam hal
ini nampaknya masih kuat dan kelahiran MMI ini belum mampu mengimbangi kekuatan
PKI akhirnya dengan penuh dialektika organisatoris yang tidak terlepas dari
niatan baik untuk menghadang gerakan PKI bubarnya MMI tidak memudarkan niat
mendirikan IMM dan kelahiran IMM tetap melangkah mantap.
Masih dalam
situasi menjelang Munas I IMM, sekitar bulan Januari tahun 1965 tepatnya pada
tanggal 13 Januari 1965, antek-antek PKI telah melakukan penyerangan terhadap
PII (Pelajar Islam Indonesia) yang pada waktu itu tengah melangsungkan Mentara
(mental training) di sebuah desa Kanigoro (Jawa timur). Dengan serbuan yang
ganas terhadap acara Mentra PII di arena mesjid jami’ yakni pada saat peserta
melaksanakan kuliah subuh. PKI datang bersenjata dan merusak segala yang ada di
sekelilingnya kemudian peristiwa ini tersiar dan mengusik keimanan kaum
muslimin. Pada tanggal 1 Februari 1965 umat Islam di Jawa Timur mulai melakukan
aksi. Di Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI dan daerah sekitarnya juga turut
melaksanakan aksi protes terhadap prilaku PKI. IMM sebagai organisasi yang baru
lahir segera ambil bagian dalam gerakan-gerakan aksi dengan meneriakkan jargon
“ganyang PKI”.
Para
pemimpin IMM hasil Munas I yang diamanati untuk memimpin IMM periode 1965-1968,
dalam melaksanakan program kerjanya senantiasa harus berhadapan dengan CGMI
(Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia). Ikatan pemuda Pelajar Indonesia
(IPPI), Pemuda Rakyat dan lain-lain yang termasuk organ PKI. Organ-organ PKI
yang senantiasa mengganggu aktivitas ormas pemuda dan mahasiswa Islam termasuk
IMM, selalu meneriakan yel-yel “bubarkan HMI” dan lain-lain. Hal ini
sesungguhnya tidak memudarkan gerakan IMM. Pemuda Muhammadiyah secara
organisatoris sebagai kakak kandung IMM senentiasa menggandeng IMM untuk maju
ke medan penggayangan PKI untuk mempertahankan HMI dan bangsa yang berlandaskan
Pancasila serta berusaha mendekati BungKarno yang semakinterdesak dibujukdan
difitnah PKI.
Pada hari
Kamis, 30 September 1965 –yang pada malam harinya terjadi pemberontakan G30 S
PKI kira-kira jam 20.00an—para anggota dan pimpinan IMM yang berada di Jakarta
turut mendengarkan ceramah yang dibawakan oleh Kasad Jendral TNI A.H. Nasution
di depan peserta Latihan kader Pemuda Muhammadiyah Jakarta yang bertempat di
kompol UMJ Jl. Limau Jakarta Selatan (kini menjadi kampus UHAMKA). Kemudian
pagi harinya, setelah terdengar berita adanya penculikan 7 jendral (termasuk
Pak Nasution yang alhamdulillah lolos) atau G 30 S PKI, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) yang juga telah bergabung dengan GENUIS dan telah melakukan
aksi membela HMI pada tanggal 11 September 1965 dan 13 September 1965, secara
cepat melakukan komunikasi dengan tokoh-tokoh Pemuda Muhammadiyah atas anjuran
PP Muhammadiyah yang ada di Jakarta kemudian berkumpul di tempat yang sama.
Drs. Lukman Harun yang pada waktu itu menjadi ketua PP Pemuda Muhammadiyah
memberi briefing, begitu pula HS projokusumo, Sutrisno Muhdam, Suwardi,
Sam’ani, Sumarsono, Djalal Sayuti, Drs. Habian HS, H. Suyitno, mereka inilah
yang kemudian mengadakan rapat tertutup di ruang Rektor Universitas
Muhammadiyah yang kemudian salah satu hasilnya adalah membentuk KOKAM (Komando
Kewaspadaan dan Kesiapasiagaan Muhammadiyah), Sumarsono dan Sutrisno Muhdam adalah
anggota DPP IMM.
Dalam KOKAM
itulah IMM berperan penting, sebagai ortom Muhammadiyah yang beranggotakan para
mahasiswa militan senantiasa bergerak dan menggerakan aksi-aksi protes
menentang PKI, menuntut pembubaran PKI. Dan melalui KOKAM ini pulalah IMM bisa
bekerja sama dengan unsur TNI dan ABRI yang anti PKI.
Pada hari
senin 4 Oktober 1965 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) turut ambil bagian
dalam pembentukan KAP GESTAPU (Kesatuan Aksi Penggayangan Kontra Revolusi G. 30
S. PKI), yang kemudian bergabung pula dengan aksi-aksi lain, KAMI (KesatuanAksi
Mahasiswa Indonesia), KAPPI ( Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia) IMM
pun turut ambil bagian Immawan Saiful Alam termasuk penandatanganan Kebulatan
Tekad yang intinya antara lain: “Mengutuk sekeras-kerasnya terhadap tindakan
teror dan penculikan para jendral. Mendesak Bung Karno selaku presiden untuk
membubarkan PKI dan antek-anteknya dan ormas-ormas yang simpati terhadap G. 30
S PKI…”
Muktamar IMM IV
Amanah
muktamar IMM III di Yogyakarta yang berlangsung pada tanggal 14-17 Maret 1971
di Yogyakarta bahwa muktamar IMM ke IV akan dilaksanakan di Medan atau Jakarta.
Sebelumnya telah diputuskan oleh Tanwir IV yaitu Medan (SUMUT). Kemudian karna
pertimbangan integrasi sesama AMM cq Pemuda Muhammadiyah maka DPP IMM
memutuskan untuk memindahkan tempat Muktamar dari Medan - Malang (JATIM).Akan
tetapi setelah berembug dengan PP Pemuda Muhammadiyah dan OC Muktamar akhirnya
diputuskan tempat Muktamar IMM IV yaitu di Semarang( Jateng ) pada Tanggal
18-22 Djulhijjah 1395 H/21-25 Desember1975 M berbarengan dengan Muktamar Pemuda
Muhammadiyah Ke-6.
Dalam
Muktamar IV tersebut disamping menyusun personalia DPP IMM Periode 1975-1978
yang diketuai oleh Drs. Zulkibar dan M. Alfian Darmawan (Sekretaris Jenderal)
juga telah menelorkan deklarasi yang didalam perkembangan sejarah IMM
mengalahkan popularitas DPP IMM selakigus menggusur program produk Muktamar
yang ditanfizkan dengan SK No.002/A-1/76 tgl 8 Syafar 1396 H./8 Pebruari 1976.
Deklarasi
Masjid Raya Baiturrahman Semarang ditandatangani oleh 36 orang, 17 orang
generasi awal dan 19 orang generasi penerus. Ke-17 orang generasi awal tersebut
Yaitu: Drs. H Moh.Djazman, dr.Sudibyo MarkusDrs. H Rosyad Saleh, dr Moh Arief,
Drs. Syamsu udaya Nurdin, Drs. Zulkabir, Drs. H. Sutrisno Muhdam, H. Nurwijoyo
Sarjono, Drs Basri Tambuh, Drs. Fathurrahman HM. Sumarwan, Bsw, Ali Kyai Demak,
SH, Drs. M. Husni Tamrin, M. Susanto BA, Dra. Siti Romlah, dan dr. Deddy
Abubakar. Sedangkan ke 19 generasi Penerus yaitu wakil-wakil DPD IMM Se- Indonesia
yang nengikuti Muktamar IMM IV tersebut, yang berarti secara otomatis deklarasi
tersebut merupakan tekad Pimpinan dan anggota IMM seluruh Indonesia. Mereka itu
adalah: Hindun Rosidi ( Aceh ), M. Jaginduang dalimunthe ( Sumut ) Agus Aman (
Riau ) Bazar Abas ( Sumbar ) A.Roni Umar ( Jambi ) Fauzi Fatah ( Lampung )
Rafles ( DKI Jakarta) Anda Suahanda ( Bandung/Jawa Barat )Ahmad Sukarjo (
Jateng ) Tufik Dahlan ( DIY Yogjakarta) Ishak Soleh ( Kalbar / Pontianak )
Mahrani Said ( Kalsel )M. Nurdin HS.(Samarinda/ Kaltim) M.Yasin Ahmad (
Suselra/Ujung Pandang) M.Yunus Hamid( Sulteng) M.NurAbdullah ( NTB / NTP ) Joko
Santoso ( Malang /Jawa Timur ) A. Muiz ZA ( DPP IMM Periode 1971-1974 ) dan
Mahnun Husein ( DPP IMM 1971-1974).
Dewan
Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muahmadiyah Periode Muktamar IV atau periode
1975-1978) dalam pelaksanaan program hasil Muktamar yang telah ditanfizkannya
melalui surat keputusan No.002/A-1/1976 8 Februari 1976. Kurang banyak
melakukan suatu aktifitas tingkata nasional. Namun, satu inforamsi yang bias
dipercaya, bahwa DPP IMM Periode 1975-1978 telah mengusulkan kepada pemrintah
RI dalam melakukan pembibitan bagi generasi muda dan mahasiswa diperlukan
adanya seorang pembantu Presiden yakni seorang menteri yang bertugas menangani
kepemudaan, yang akhirnya lahirlah dalam komposisi Kabinet Pembangunan III dr.
Abdul Gafur sebagai Menpora dan Ir. Akbar Tanjung untuk Kabinet Pembangunan IV
(1988-1993) konon, kehadiran meneteri pemuda ini salahsatunya adalah merupakan
usulan DPP IMM periode 1975-1978 yang diketuai oleh Drs. Zulkabir.
Kemudian,
kaitannya dengan pengembangan ikatan pada dan atau lewat Muktamar IMM IV di
Semarang tersebut, telah merekomendir penggeseran azas pengorganisasian IMM
dari azas teritorial kepada azas potensial. Penggeseran ini menurut pola
katifitas ikatan dimaksudkan supaya IMM senantiasa berorientasi kepada
bidang-bidang gerak Muhammadiyah. Dan kebutuhan dasar mahasiswa. Kalau sekarang
kita mempunyai keyakinan penuh bahwa komisariat adalah sebagai institusi
terbawah dalam jenjang kepemimpinan ikatan, adalah merupakan basis kegiatan,
maka dengan penggeseran azas tersebut berarti posisi komisariat dan atau
kelompok dipandang penting dan menentukan. Program yang seperti ini
sesungguhnya merupakan hasil rumusan Muktamar IMM IV tersebut. Dan dengan ini
memang terjadilah upaya perluasan IMM melalui rekomendasinya kepada PP
Muhammadiyah.
Atas dasar
rekomendasi dari Muktamar IV IMM kepada Muhammadiyah kaitannya dengan
pengembangan IMM tersebut, maka Muhammadiyah dalam hal ini Majelis Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan (sekarang majelis ini dipecah menjadi dua; Majelis
Diktilitbang dan Majelis Pendidikan dan Kebudayaan) telah mengeluarkan petunjuk
mengenai pembinaan mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah yang juga merupakan
rekomendasi dari hasil lokakarya yaitu dengan suratnya nomor: E.1/234/1978
tertanggal 31 Oktober 1978 nomor: E.1/001/79 tanggal 2 Januari 1979 dan nomor
E.3/014/1979 tertanggal 6 Januari 1979.
Selain itu,
DPP IMM periode Zulkabir, yang sebenarnya harus berakhir pada tahun 1978 atau
akhir tahun 1979 (paling lambat), ternyata masih merasa kurang cukup waktu
dalam melaksanakan amanah hasil Mukatamar IMM III dan IV. Tahun 1979, bukannya
Mukatamar IMM V yang diadakan, tetapi justeru tentang Tanwir V yang diadakan di
Jakarta, yang salah satu keputusannya akan bermuktamar pada bulan Oktober 1979.
dan Tanwir V inipun sesungguhnya merupakan desakan dari DPD IMM DKI Jakarta
yang saat itu di Ketua Umumi Drs. M. Yunan Yusuf. Dan dalam Tanwir IMM V di
Jakarta tahun 1979 inipun terdapat rekomendasi untuk Muhammadiyah dan untuk DPP
itu sendiri supaya segera melaksanakan Mukatamr IMM V.
Sampai
beberapa tahun kemudian DPP IMM periode 1975-1978 tidak mampu mengadakan
Muktamar lanjutan (ke-5). Personalia DPP IMM periode ini yang terpencar-pencar,
ada yang di Yogya, Solo, Bandung dan Jakarta, dan lain-lain mengakibatkan
komunikasi antar anggota DPP menjadi renggang bahkan terputus. Yang pada
gilirannya terjadilah kevakuman IMM ditingkat nasional. DPD IMM DKI Jakarta
pada tanggal 14-15 Maret 1981 mengadakan Musyda V dan dalam Musyda inilah
disuarakan bahkan mendesak supaya DPP IMM periode 1975-1978 segera melaksanakan
amanah Muktamar.
DPP IMM
nampaknya kurang mendengar suara Musyda IMM DKI Jaya tersebut, maka, pada
tanggal 3 Juni 1982 para alumni IMM DKI Jaya, Drs. H. Rustan SA, M. Rusaini
Rusin, SH, Drs. E. Kusnadi, Sudirman Arif, Drs. Husni Thoyar, Drs. Hadjid
Dharnawidagda, MP, Drs. Yudi Ruspandi, Drs. A. Sabuki, Drs. Abdul Muis, ZA,
Drs. H. M. Yusuf Muchtar, Drs. Salman Harun (sekarang Doktor), Drs. Sadimin,
Drs. M. Yunan Yusuf, Drs. Muh. Isa Anwari Bah, dan Firdaus Jamain, telah
menandatangani surat himbauan kepada PP. Muhammadiyah supaya turun tangan dan
segera melaksanakan Muktamar IMM V, dan surat ini ditembuskan kepada seluruh PWM
seluruh Indonesia, tetapi juga…Muktamar masih tetap belum dilaksanakan. Tahun
1984 DPD IMM DKI Jakarta memprakarsai untuk membentuk karakteker DPP IMM, yang
tujuannya akan mengantarkan IMM untuk segera melaksanakan Mukatamar, tetapi
karakteker ini banyak tentangan akhirnya bubar sendiri.
Kembali pada
permasalahan bahwa, penilaian yang objektif sesungguhnya DPP IMM sejak periode
1975-1978/1979 terjadilah kekosongan, atau sejak itulah IMM tidak mempunyai DPP
IMMnya. IMM yang pada periode Drs. HM. Djasman dan Drs. HA. Rosyad Soleh,
memiliki potensi nasional yang meyakinkan, ternyata hampir tenggelam gara-gara
ketiadaan DPP IMM sejak tahun 1979 tersebut. Namun demikian, kekosongan DPP IMM
sesungguhnya sma sekali tidak mempengaruhi aktivitas IMM di setiap daerah dan
cabang, walaupun DPP IMM tidak ada. Tetapi anggota IMM tidak ambil pusing.
Identitas IMM ternyata begitu melekat pada IMM, di daerah-daerah dan
cabang-cabang, IMM masih tetap tumbuh bahkan semakin subur. IMM saat ini ibarat
sebuah pohon besar yang rindang kemudian terserang kemarau panjang yang
menggugurkan dedaunannya tetapi akarnya semakin menerobos ke perut bumi.
Atasnya rontok, tetapi bawahnya semakin mantap, itulah IMM saat itu.
Muktamar XVII
Pada perhelatan Muktamar IMM XVII (24-27 Mei
2016), Taufan Putra Revolusi Korompot terpilih sebagai Ketua Umum DPP IMM
Periode 2016-2018. Selama kepengurusannya, pemuda yang berasal Kota Kotamobagu Bolaang Mongondow itu ingin fokus dalam pembenahan kaderisasi dan kepemimpinan DPP
IMM.
Sosok Taufan memang dikenal kritis dalam
berorganisasi. Dia akan membawa organisasi IMM pada posisi gerakan kritis
politik dalam pembangunan, mengawal kebijakan publik pemerintahan, dan tetap
dengan cara-cara yang etis, serta norma-hukum negara yang berlaku.
Selain itu, Kader DPD IMM Sulawesi Utara itu juga
dekat dengan anggota, dan dapat mengayomi seluruh kader-kader IMM. Hal itu
terbukti dalam sambutannya pada saat Pelantikan DPP IMM (6/8).
“Kepada para sahabat yang kita kenal loyalitas
dan kesetiakawanannya, kita tidak boleh melupakan mereka. Mungkin pasca
Muktamar kemarin masih ada sisa-sisa gesekan psikologis, bentuk kekecewaan yang
masih berbekas di hati. Namu percayalah, bagaimana kita sama-sama berkomitmen
membangun IMM kedepan,” kata Taufan.
Taufan juga sangat agamis, Dia mengenal betul
bagaimana etika berorganisasi dalam kepemimpinan Rasulullah dan para Sahabat,
yang mampu mengedepankan kepentingan ummat Islam. Taufan berharap, pemuda
Muhammadiyah harus mengambil hikmah dan pembelajaran dari keberhasilan
kepemimpinan tersebut.
“Celaka besar, pitnah besar dalam sebuah
organisasi, bila setelah berbaiat masih ada gonjang-ganjing diantara kita
semua. Kita harus taat, cinta kepada seorang pemimpin, begitu juga pemimpin
dapat berlaku arif, adil dan mengayomi kepada yang dipimpin,” sambung Taufan.
Sebelumnya, Taufan pernah menjabat Ketua Bidang
Hikmah DPP IMM periode 2014-2016. Ia juga lama berproses di DPD IMM Sulawesi
Utara
Copyright @DPP IMM 2016
@imm.bolmongraya
Sejarah Berdirinya
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan
bagian dari AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah) yang merupakan organisasi
otonom di bawah Muhammadiyah.
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Today Deal $50 Off : https://
Tidak ada komentar:
Posting Komentar